Minggu, 19 Oktober 2008

Pendeta Katolik Filipina yang Menemukan Cahaya Islam

Estanislao Soria,
Pendeta Katolik Filipina yang Menemukan Cahaya Islam

Selasa, 14 Okt 2008 17:25

Soria melakukan riset sejarah dan sosial serta
membaca artikel-artikel tentang Islam, untuk memperkuat argumennya menolak
tuntutan gerakan Moro yang ingin menjadikan Mindanao sebagai tanah air bagi
Muslim Filipina. Tapi siapa nyana, artikel-artikel tentang Islam yang ia
baca, justru membawanya menjadi seorang Muslim.

Ketika tokoh Muslim Moro, Nur Misuari menyatakan wilayah Mindanao harus
memisahkan diri dari Filipina dan menjadi negara Islam, Estanislao Soria
menjadi orang yang paling menentang keinginan Misuari. Sebagai seorang tokoh
agama Katolik yang lahir di Mindanao, ia menolak keras jika tanah
kelahirannya diambil alih oleh orang-orang Muslim.

"Saya sangat tidak setuju dengan Misuari dan saya memelopori kampanye
menentang gerakan Moro," kata Soria yang populer di panggil "Father Stan".
Ketika itu, selain dikenal sebagai pendeta Katolik, Soria juga dikenal
sebagai seorang sosiolog.

Sebagai seorang cendikiawan, ia tidak mau sembarangan menyatakan
ketidaksetujuannya terhadap keinginan Misuari. Soria pun melakukan riset
sejarah dan sosial serta membaca artikel-artikel tentang Islam, untuk
memperkuat argumennya menolak tuntutan gerakan Moro yang ingin menjadikan
Mindanao sebagai tanah air bagi Muslim Filipina. Tapi siapa nyana,
artikel-artikel tentang Islam yang ia baca, justru membawanya menjadi
seorang Muslim.

"Sebagai orang yang memahami bahasa Latin, Yunani dan Yahudi, saya pikir
saya bisa mempelajari bahasa Arab dengan mudah. Saya juga ingin
menerjemahkan tulisan-tulisan berbahasa Arab ke bahasa Inggris dan
menerjemahkan ideologi-ideologi Barat, misalnya ideologi eksistensialisme,
ke dalam bahasa Arab. Tapi saya menyadari, ini adalah pekerjaan yang sulit,"
kata Soria seperti dikutip dari Islamonline.

Ketika itu Soria meyakini, dengan banyak menerjemahkan artikel-artikel
tentang ideologi Barat ke dalam bahasa Arab, akan membuat Muslim di Mindanao
menghargai ajaran Kristen daripada ajaran Islam. "Saya ingin membuka wawasan
berpikir mereka tentang kekristenan karena saya banyak mendengar hal-hal
negatif tentang Muslim. Saya berpikir, mereka (Muslim) harus dididik,"
ungkap Soria.

Tapi semakin ia mendalami bacaan-bacaanya tentang kekristenan, ia makin
menyadari bahwa tokoh-tokoh gereja seperti Saint Thomas Aquinas ternyata
banyak belajar dari buku-buku bacaan dan ajaran Islam. Begitu juga
ideologi-ideologi dan ilmu teologi yang disebut-sebut sebagai berasal dari
Barat, ternyata sudah sejak lama dibahas dalam Islam.

"Dari bacaan-bacaan itu saya mendapat pencerahan bahwa pemikiran-pemikiran
tentang peradaban Barat banyak banyak yang mengambil dari ajaran-ajaran
Islam. Dan setelah saya membaca lebih banyak lagi buku-buku yang ditulis
pakar agama Islam, pandangan saya terhadap Islam seketika berubah," papar
Soria.

"Saya bahkan menyadari bahwa Injil Barnabas lebih kredibel dibandingkan
dengan keempat injil yang dibawa oleh ajaran evangelis termasuk injil
Kristen. Dari hasil riset sosiologi yang saya lakukan, saya juga banyak
menemukan bahwa hal-hal negatif yang sering saya dengar tentang Muslim
Filipina ternyata tidak benar," tambah Soria.

Akhirnya, pada tahun 2001, Soria yang telah mengabdikan dirinya selama
bertahun-tahun sebagai pendeta di berbagai kota di Manila, menyatakan diri
masuk Islam. Setelah mengucap syahadat, ia mengganti namanya menjadi
Muhammad Soria. Meski demikian, masih banyak orang, termasuk teman-temannya
yang Muslim memanggilnya "Father Stan."

Soria yang kini berusia 67 tahun mengatakan, ia mendapat hinaan dan kecaman
dari kerabat dan rekan-rekan gerejanya ketika memutuskan menjadi seorang
Muslim. Namun hinaan dan kecaman itu tidak membuatnya berat menanggalkan
aktvitas kependetaan yang sudah dijalaninya selama 14 tahun dan membuatnya
mantap untuk memeluk Islam.

Seiring perjalanan waktu, Soria mulai terbiasa menjalani
kewajiban-kewajibannya sebagai seorang Muslim. Bagi Soria, Islam bukan
sekedar agama tapi sudah menjadi jalan hidupnya. Selama tujuh tahun menjadi
seorang Muslim, Soria sudah lima kali menunaikan ibadah haji, menjadi
anggota Gerakan Dakwah Islam di Filipina dan tahun 2004 menikah dengan
seorang perempuan berusia 24 tahun, setelah sebelumnya menjalani hidup
membujang sebagai pendeta Katolik.

"Dalam Islam, kita diajarkan, jika bisa mendisplinkan diri kita, Sang
Pencipta akan mengabulkan harapan-harapan kita," tandas Soria.

Menurut Soria, jika ada satu hal yang harus dicontoh umat Islam dari
orang-orang Kristen adalah, gerakan mereka yang terorganisir dan terstruktur
dengan sangat rapi. "Dengan memiliki struktur yang kuat seperti yang
dimiliki kalangan Kristiani, akan mempermudah penyebaran Islam," kata Soria.

Salah satu cara untuk memperkuat struktur umat Islam, tambah Soria, Muslim
harus membangun universitas-universitas di seluruh dunia seperti yang
dilakukan kelompok misionaris Kristen di berbagai belahan dunia. (ln/iol)